AKAL DAN HATI DI JALUR TIMUR
Makalah
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Filsafat
Dosen Pengampu : Dr. H. Djono, M.Ag

Disusun oleh :
Nama
: Evi
Windasari
Nim
: 14121120770
Semester
/ Jurusan : 1 / PAI-D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur marilah
kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yang
Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, dan Taufik sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Akal Dan Hati Di Jalur Timur “.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan
terimakasih kepada kerabat semua pihak-pihak yang turut memberikan dukungan dan
bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa berguna bagi
kita semua khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Cirebon,
11 Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar
Isi ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang .......................................................................................................... iii
Rumusan
Masalah ..................................................................................................... iii
Tujuan
....................................................................................................................... iii
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur ................................................................ 1
B. Munculnya Tasawwuf dalam Islam .................................................................. 5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
............................................................................................................... 7
Saran
......................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia,
agama pada pokoknya adalah iman ( hati,rasa), filsafat pada dasarnya rasio (
akal ), oleh karena itu wajarlah bila perkembangan budaya selalu dilatar
belakangi oleh pergulatan antara akal dan hati, antara rasio dan iman, antara
agama dan filsafat.
Tashawwuf dalam
Islam muncul karena banyak sebab, antara lain pengaruh kristen, pengaruh
filsafat yunani, juga pengaruh filsafat abad pertengahan. Akan tetapi, yang
lebih penting dari pengaruh itu ialah pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an
mengandung berbagai ayat yang memberikan motivasi untuk tashawwuf , seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16,
dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih
dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang
tidak dapat dipahami dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mendorong munculnya tashawwuf dalam
Islam.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur ?
2. Apa
Sebab Munculnya Tasawwuf dalam Islam ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur
2. Mengetahui
Sebab Munculnya Tasawwuf dalam Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Akal dan Hati Di Jalur Timur
Di jalur barat, yaitu
jalur kristen (pada umumnya), sebagaimana telah diuraikan pada bab III sampai
dengan Bab V, akal (Filsafat) dah Hati (Iman) ternyata selalu bertarung berebut
dominasi hendak menguasai jalan hidup manusia. Ringkasannya, sejak thales
sampai sofis akal menang, sejak Socrates sampai menjelang abad pertengahan akal
dan hati sama-sama menang, pada abad pertengahan hati (iman kristen) menang,
sejak Descartes sampai masa kant akal menang lagi, sejak kant sampai sekarang
kelihatannya akal dan hati sama-sama menang di barat. Sekarang, akal dan hati
sama-sama menang di Barat, pa umumnya orang
barat , dan kerja sama itu tidak harmonis.
Di Jalur timur, yaitu
dunia Islam, keadaannya hampir sama dengan keadaan di Barat. Hampir sama
berarti tidak sama. Ketidaksamaan itu
sekarang –kurangnya terdapat dalam dua hal: pertama waktunya, kedua sifat
dominasinya. Tatkala akal sedang kalah total di barat, akal sedang dihargai sama
dengan hati di timur. Ini mengenai waktu. Mengenai sifat dominasi, akal di Timur
di hargai, tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup sehingga menyebabkan
orang Islam meninggalkan agama, lalu mengambil materialisme dan ateisme.
Sedangkan di Barat dominasi akal terlau besar sehingga orang ada yang mengambil
materialisme dan ateisme sementara hati, tatkala mendominasi, menentang akal
secara total.
Masa kekalahan akal di
barat berlangsung kira-kira sejak tahun 200-an sampai 1600-an. Di Timur akal
berjalan bersama-sama dengan hati sejak kedatangan
Islam, terutama sejak tahun 800-an samapai tahun 1200-an. Ini adalah
tahun-tahun hidupnya filosof-filosof besar Islam jalur rasional, seperti
Al-Kindi (769-873), Al-Razi (863-925), Al-Farabi (870-950), Ibn Sina
(980-1037), Al-Ghazali (1059-1111), dan ibn Rusyd (1126-1198). Ini baru
sebagian dari daftar nama filosof terkenal dalam islam untuk jalur ini seperti
Ibn Bajjah dan Ibn Thufail. Bersamaan dengan perkembangan ini pemikiran jalur
bawah, yaitu jalur hati (rasa), juga berkembang. Inilah jalur mistisisme atau
tashawwuf dalam Islam. Tokoh-tokohnya yang besar antara lain adalah Rabi’ah
al-‘Adawiyyah (713-801), Zunnun al-Mishr (wafat tahun 860), Abu Yazid al-Bisthami
(wafat tahun 874), Husain ibn Manshur al-Hallaj (858-922), dan Muhyiddin ibn
‘Arabi (1165-1240). Jadi, perkembangan filsafat rasional (akal) dan tashawwuf
rasa (dzauq) terjadi bersama-sama dalam islam. Bersama-sama bukan berarti
selalu sependapat.
Banyak perbedaan antara
pemikiran rasional (filsafat) dan rasa (tashawwuf), diantaranya ada yang
bersifat. Akan tetapi, perbedaan itu tidak menyebabkan ada orang islam yang
didominasi oleh akal secara total sebagaimana halnya tidak ada juga orang islam
yang didominasi oleh hati (rasa) seratus persen. Buktinya ialah tidak ada
filosof maupun sufi islam yang meninggalkan iman, apalagi sampai mengambil
paham materialisme dan atau ateisme. Penghargaan Al-Qur’an pada akal dan hati
tidak menimbulkan akibat seperti di barat. Jadi, penghargaan pada akal di barat
(kristen) dan di Timur (Islam) sama-sama membawa akibat berkembangnya filsafat
rasional, tetapi tidak sama kekuatan dominasinya terhadap jalan hidup manusia.
Mengapa demikian ? penghargaan terhadap hati di barat dan timur sama-sama
mengembangkan mistisisme, tetapi di barat sampai menjauhi filsafat, sedangkan
di Timur tidak berakibat menjauhi akal. Mengapa demikian ? Karena Kitab Suci
Islam (Al-Qur’an) menghargai akal dan hati, sedangkan kitab suci kristen memang
tidak memberi tempat bagi pengguanaan akal. Pertengahan anatara akal dan hati
(iman) memang terjadi juga di dalam islam, tetapi tidak sehebat di Barat. Di
Timur filosof ada yang benar-benar mengambil paham materialisme dan atau
ateisme. Di dalam islam perbedaan antara filosof dan sufi hanyalah perbedaan
visi dalam menafsirkan Kitab Suci; orang-orang filsafat umumnya menggunakan
takwil kearah rasio sementara orang-orang tashawwuf juga menggunakan takwil,
tetapi ke arah rasa. Perkembangan itu tidak meyebabkan gejolak yang berarti
didalam islam. Gejolak ada juga sedikit seperti terlihat pada buku Al-Ghazali.
Jadi, perbedaan dominasi itu, sekalipun tidak total, tetap ada merugikan Islam
dan umat Islam.
Filosof menafsirkan
kitab suci terlalu didominasi oleh akal rasional; metode dan ukurannya ialah
logika. Dari cara ini muncul pendapat mereka yang sepintas seperti berlawanan
dengan teks Kitab Suci. Nasution (1989:44-45) mengutip Al-Ghazali, menerangkan
bahwa ada sepuluh pendapat filosof yang dianggap menyimpang dari Islam, menurut
Al-Ghazali, yaitu : (1) Tuhan tidak mempunyai sifat, (2) Tuhan mempunyai
substansi sederhana dan tidak mempunyai hakikat (mahiyah), (3) Tuhan tidak
mengetahui partikular (Juz’iyyat), (4) Tuhan tidak dapat diberi sifat genus dan
diferentia, (5) planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan, (6) jiwa
planet mengetahui Juz’iyyat, (7) Hukum alam tidak dapat berubah, (8)
pembangkitan jasmani tidak ada, (9) alam ini qadim, dan (10) alam ini kekal.
Tiga diantara kesepuluh pendapat itu, menurut Al-Ghazali, membawa kepada
kekufuran, yaitu (1) alam qadim (tidak mempunyai permulaan), (2) Tuhan tidak
mengetahui partikular, dan (3) pembangkitan jasmani tidak ada.
Pemikiran rasional itu
mungkin saja dapat menimbulkan akibat negatif bagi Islam dan umat Islam, tetapi
mungkin juga Al-Ghazali yang benar bahwa pendapat itu dapat membawa kepada
kekufuran. Akan tetapi, pemikiran rasioanal itu ternyata telah menunjang
perkembangan budaya dalam Islam. Perkembangan itu terutama terjadi setelah abad
ke-8 sampai dengan abad ke-13. Pada masa-masa ini berkembanglah penerjemahan
karya yunani ke dalam bahasa Arab atas dorongan khalifah Al-Manshur dan Harun
al-Rasyid, kemudian al-Ma’mun. berdirilah perguruan Bait al-Hikmah yang selain
sebagai pusat penerjemahan, juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains.
Kepala penerjemah di
Bait al-Hikmah ialah Hunain Ibn Ishaq al-‘Ibadi (809-877), orang nasrani.
Mereka menerjemahkan buku-buku yunani seperti karya Galen, Hipokrates,
Ptolemeus, Euklid, dan Aristoteles. Yang mencakup pengetahuan filsafat,
kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botani, optika, astronomi, dan
lain-lain. Gerakan penerjemahan ini berlangung selama tahun 750-900. Hasilnya
ialah berkembangnya ilmu hitung, ilmu ukur, al-jabar, ilmu falak, kedokteran,
kimia, ilmu alam, geografi, sejarah, dan bahasa serta sastra Arab di samping filsafat
itu sendiri, terkenallah nama-nama besar seperti Al-Biruni (973-1048), Umar al-Khayyam
(1048-1123), Ibn Musa al-Khawarizmi(780-850), Zakaria Ar-Razi (865-925), dan
Ibn Sina (filosof dan dokter) (980-1037). Buku-buku ini kelak yang mempengaruhi
Barat menuju modernisasinya.
Uraian selintas itu
memperlihatkan bahwa penghargaan Al-Qur’an kepada akal telah menimbulkan
kemajuan yang amat penting, itu adalah akibat yang positif. Akibat negatif juga
ada, antara lain, Al-Qur’an cenderung dirasionalkan. Akibat yang lain adalah
rasa beragama yang dangkal, beragama terasa kering, maka kesungguhan beragama
akan kurang, dengan kata lain, agamanya kurang kuat.
Berkembangnya pemikiran
rasional (filsafat) dalam islam memperoleh dorongan dari dua sumber : dari
Al-Qur’an dan dari luar Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab suci yang diterima
kebenarannya sehingga ia amat berwibawa. Berbeda dari kitab suci kristen, kitab
suci yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw, amat menghargai akal. Kata arab yang
dapat berarti “kegiatan pikir” cukup banyak terdapat di dalam Al-Qur’an.
Dalil-dalil naqli itu
mempunyai kekuatan yang amat dahsyat mendorong orang islam untuk menggunakan
dan mengembangkan akalnya. Hasilnya, seperti dapat dilihat dalam sejarah, ialah
berkembangnya pengetahuan rasional (filsafat) dan sains dalam islam. Filsafat
yunani (dan sains yunani) banyak mempengaruhi perkembangan filsafat dan sains
salam islam. Filsafat dan sains yunani mulai bekembang sejak kurang-lebih tahun
600 SM. Pada masa aristoteles (384-322 SM), jadi hanya kira-kira 300 tahun
sejak thales, filsafat dan sains yunani sudah berkembang pesat, baik obyek
bahasan maupun kedalamannya. Islam lahir pada tahun 600-an. Filsafat dalam islam berkembang
secara intensif sejak tahun 800-an.
Masuknya filsafat dan
sains yunani ke dalam islam lebih banyak terjadi melalui irak dibandingkan
dengan melalui daerah-daerah lain. Disanalah timbulnya gerakan penerjemahan
karya-karya yunani ke dalam bahasa arab, atas dorongan khalifah Al-Manshur,
kemudian khalifah Harun Ar-Rasyid, dilanjutkan oleh puteranya, khalifah
Al-Ma’mun. Ba’it al-Hikmah didirikannya. Selain sebagi pusat penerjemah, masjid
juga sebagai pusat pengembangan filsafat dan sains yang ditinggalkan oleh
yunani tadi. Selain buku-buku yunani, buku persia dan India juga diterjemahkan
kedalam bahasa arab.
Dari India terutama
diambil astronomi dan matematika, dari persia diambil sastra dan seni. Gerakan
penerjemahan ini terjadi dari tahun 750 samapi tahun 900 M. Inilah riwayat singkat
masuknya filsafat dan sains yunani (dan india serta parsi sedikit) ke dalam
islam. Oleh karena itu, dapatlah dipahami mengapa filsafat dengan beberapa
cabangnya, dengan cepat berkembang di dalam masyarakat Islam. Dalam
pengembangan sains dan filsafat itu, jasa orang islam sekurang-kurangnya ada
tiga : (1) menerjemahkan, (2) Membuat komentar sehingga karya yunani itu lebih
mudah dipahami, dan (3) menambahkan beberapa hal baru, termasuk
koreksi-koreksi.
Karya-karya itu
tersebar ke Barat melalui berbagai jalur. Jalur yang paling utama ialah Cordova.
Selain itu, melalui Sisilia pengetahuan itu meyeberang juga ke Barat. Jika
orang mengatakan orang barat dapat maju karena berhutang pada Islam, pernyataan
itu tidaklah semuanya benar. Yang benar ialah orang barat berhutang pada orang
yunani dan juga kepada orang Islam, sebenarnya juga pada orang india dan parsi.
Al-Qur’an menghargai
akal. Dari dorongan ini berkembanglah filsafat dan sains Islami yang kelak
diteruskan ke Barat. Selain itu Al-Qur’an juga menghargai rasa atau hati.
Ayat-ayat Al-Qur’an banyak juga yang tidak dapat dipahami dengan akal; yang
hanya mungkin dipahami dengan rasa. Oleh karena itu, pengetahuan yang berbasis
rasa cukup berkembang masyarakat Islam
yang ini disebut jalur rasa, jalur tashawwuf.
B.
Munculnya
Tasawwuf dalam Islam
Tashawwuf dalam Islam
muncul karena banyak sebab, antara lain pengaruh kristen, pengaruh filsafat
yunani, juga pengaruh filsafat abad pertengahan. Agama kristen yang mengajarkan
zuhud atau “membenci dunia” amat mungkin berpengaruh pada kemunculan sufi dalam
Islam. Filsafat yunani, seperti teori zuhudnya Phytagoras, juga sangat mungkin
berpengaruh pada orang Islam karena orang Islam telah mengetahui ajaran itu.
Filsafat abad pertengahan terutama yang tergambar dalam ajaran Plotinus,
Augustinus dan Anselmus yang amat mengutamakan kehidupan ascetic dan kecintaan kepada Tuhan, bahkan kebersatuan dengan
Tuhan, sangat mungkin telah mempengaruhi para sufi Islam. Akan tetapi, yang
lebih penting dari pengaruh itu ialah pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an
mengandung berbagai ayat yang memberikan motivasi untuk tashawwuf , seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16,
dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih
dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang
tidak dapat dipahami dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mendorong munculnya tashawwuf dalam
Islam.
Faktor sejarah juga
telah mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam. Nasution (1989:64-65) menjelaskan
bahwa banyaknya penyelewengan yang dilakukan oleh khalifah dan para pembesar
kerajaan Islam dalam sejarah, yang menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits
Rasul saw, juga telah mendorong munculnya kehidupan sufi dalam Islam.
Orang melihat perbedaan
yang snagat besar antara hidup sederhana yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw,
serta para sahabat dan khalifah yang empat, tertutama Abu Bakar, Umar, dan Ali,
dari kemewahan hidup para khalifah Muawiyah yang tidak menyamai kemewahan
raja-raja romawi dan parsi. Diantara khalifah-khalifah muawiyah hanya khalifah
Umar bin Abdul Aziz (717-720) yang dikenal sebagai khalifah yang mempunyai
sifat takwa dan patuh pada ajaran Islam.
Melihat hal-hal ini,
orang-orang yang tidak mau turut dalam hidup kemewahan dan ingin mempertahankan
hidup sederhana, seperti yang dipraktekkan Rasulullah dan Sahabatnya,
menjauhkan diri dari dunia kemewahan itu. Sebelum timbul hidup mewah itu, pada
zaman perlombaan dan persaingan merebut kekuasaan dalam khilafah, terutama pada
masa Usman dan Ali, ada ashabat yang telah mengasingkan diri, bersikap I’tizal (mengasingkan diri). Orang-orang
yang mengasingkan diri dan hidup sederhana inilah yang disubut Zuhud
Aliran hidup Zuhud
mulai nyata kelihatan di Kuffah dan Bashrah di Irak. Para zahid (orang yang
zuhud) kufahlah yang mula-mula sekali memakai wol kasar sebagai sebagai reaksi
terhadap pakaian sutera yang dipakai oleh golongan bani Umayah. Orang-orang
sederhana ini diantaranya Sufyan a-Tsauri (wafat tahun 135), Abu Hasyim (wafat
tahun 150), dan Jabir ibn Hasyim (wafat tahun 190 H).
Para zahid yang
terkenal di Bashrah adalah Hasan al-Bashri wafat tahun 110 H) dan Rabi’ah
al-’Adawiyah (wafat tahun 185) dari kedua kota ini alairan zuhud berkembang ke
daerah-daerah lain.
Al-Ghazali agaknya
adalah tokoh pertama yang secara nyata mencoba menggabungkan kedua-duanya
dengan cara mengharmoniskan dominasinya dalam hidup manusia Muslim. Ia berusaha
menyeimbangkan kedua-duanya. Ia ingin akal dan hati, filsafat dan iman, bekerja
sama secara harmonis, difungsikan secara sama besar, digunakan secara simultan.
Usaha sintesis oleh al-Ghazali ini memang belum selesai. Ada tokoh lain yang
melanjutkan usaha itu, yang belum diuraikan dalam tulisan pengantar ini.
Usaha
al-Ghazali itu membuktikan bahwa dominasi akal yang tidak seimbang dengan
dominasi hati akan merugikan Islam dan umat Islam, demikian juga dominasi hati
yang tidak seimbang dengan dominasi akal. Keseimbangan pikir dan dzikir, dapat
dilakukan dalam Islam. Penyeimbangan seperti itu tampaknya tidak dapat dilaukan
di dunia Barat kristen. Bukti yang jelas ialah perlunya sekuralisme di Barat.
Ini membuktikan tak mungkinnya keseimbangan dominasi itu dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tashawwuf dalam Islam muncul karena banyak sebab,
antara lain pengaruh kristen, pengaruh filsafat yunani, juga pengaruh filsafat
abad pertengahan. Akan tetapi, yang lebih penting dari pengaruh itu ialah
pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an mengandung berbagai ayat yang
memberikan motivasi untuk tashawwuf ,
seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16, dan Al-Anfal ayat 17.
Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih dekat dengan Tuhan.
Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang tidak dapat dipahami
dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam.
Al-Ghazali itu membuktikan bahwa dominasi akal yang
tidak seimbang dengan dominasi hati akan merugikan Islam dan umat Islam,
demikian juga dominasi hati yang tidak seimbang dengan dominasi akal.
Keseimbangan pikir dan dzikir, dapat dilakukan dalam Islam. Penyeimbangan
seperti itu tampaknya tidak dapat dilaukan di dunia Barat kristen. Bukti yang
jelas ialah perlunya sekuralisme di Barat. Ini membuktikan tak mungkinnya
keseimbangan dominasi itu dilakukan.
B. Saran
Setelah mengetahui penjelasan diatas sebaiknya kita
tidak terpengaruh oleh kesenangan dunia seperti yang di contohkan Rasulullah
dan para sahabatnya, dan juga kita sebagai orang Muslim harus belajar dan
mengamalkan ilmu-ilmu yang dulu oleh para sufi dikaji dan diterjemahkan agar
Orang muslim mudah mempelajarinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum akal dan hati sejak Thales
sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tafsir, Ahmad. 1997. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق