الثلاثاء، 5 مارس 2013

Makalah Akal Dan Hati Di Jalur Timur

AKAL DAN HATI DI JALUR TIMUR
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Filsafat
Dosen Pengampu : Dr. H. Djono, M.Ag




Disusun oleh :
                                                                Nama : Evi Windasari
                                                                Nim : 14121120770
                                                                Semester / Jurusan : 1 / PAI-D



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT  Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, dan Taufik sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Akal Dan Hati Di Jalur Timur “.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada kerabat semua pihak-pihak yang turut memberikan dukungan dan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua  khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.






                                                                                                      Cirebon, 11 Desember 2012


                                                                                                                        Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................  i
Daftar Isi ...................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................................  iii
Rumusan Masalah .....................................................................................................  iii
Tujuan .......................................................................................................................  iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur ................................................................   1
B. Munculnya Tasawwuf dalam Islam ..................................................................   5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...............................................................................................................  7
Saran .........................................................................................................................  7
DAFTAR PUSTAKA  .............................................................................................  8


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia, agama pada pokoknya adalah iman ( hati,rasa), filsafat pada dasarnya rasio ( akal ), oleh karena itu wajarlah bila perkembangan budaya selalu dilatar belakangi oleh pergulatan antara akal dan hati, antara rasio dan iman, antara agama dan filsafat.
Tashawwuf dalam Islam muncul karena banyak sebab, antara lain pengaruh kristen, pengaruh filsafat yunani, juga pengaruh filsafat abad pertengahan. Akan tetapi, yang lebih penting dari pengaruh itu ialah pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an mengandung berbagai ayat yang memberikan motivasi untuk tashawwuf , seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16, dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang tidak dapat dipahami dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur ?
2.      Apa Sebab Munculnya Tasawwuf dalam Islam ?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui Sejarah Akal dan Hati di Jalur Timur
2.      Mengetahui Sebab Munculnya Tasawwuf dalam Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Akal dan Hati Di Jalur Timur
Di jalur barat, yaitu jalur kristen (pada umumnya), sebagaimana telah diuraikan pada bab III sampai dengan Bab V, akal (Filsafat) dah Hati (Iman) ternyata selalu bertarung berebut dominasi hendak menguasai jalan hidup manusia. Ringkasannya, sejak thales sampai sofis akal menang, sejak Socrates sampai menjelang abad pertengahan akal dan hati sama-sama menang, pada abad pertengahan hati (iman kristen) menang, sejak Descartes sampai masa kant akal menang lagi, sejak kant sampai sekarang kelihatannya akal dan hati sama-sama menang di barat. Sekarang, akal dan hati sama-sama menang di Barat, pa umumnya orang barat , dan kerja sama itu tidak harmonis.
Di Jalur timur, yaitu dunia Islam, keadaannya hampir sama dengan keadaan di Barat. Hampir sama berarti tidak sama.  Ketidaksamaan itu sekarang –kurangnya terdapat dalam dua hal: pertama waktunya, kedua sifat dominasinya. Tatkala akal sedang kalah total di barat, akal sedang dihargai sama dengan hati di timur. Ini mengenai waktu. Mengenai sifat dominasi, akal di Timur di hargai, tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup sehingga menyebabkan orang Islam meninggalkan agama, lalu mengambil materialisme dan ateisme. Sedangkan di Barat dominasi akal terlau besar sehingga orang ada yang mengambil materialisme dan ateisme sementara hati, tatkala mendominasi, menentang akal secara total.
Masa kekalahan akal di barat berlangsung kira-kira sejak tahun 200-an sampai 1600-an. Di Timur akal berjalan bersama-sama dengan hati  sejak kedatangan Islam, terutama sejak tahun 800-an samapai tahun 1200-an. Ini adalah tahun-tahun hidupnya filosof-filosof besar Islam jalur rasional, seperti Al-Kindi (769-873), Al-Razi (863-925), Al-Farabi (870-950), Ibn Sina (980-1037), Al-Ghazali (1059-1111), dan ibn Rusyd (1126-1198). Ini baru sebagian dari daftar nama filosof terkenal dalam islam untuk jalur ini seperti Ibn Bajjah dan Ibn Thufail. Bersamaan dengan perkembangan ini pemikiran jalur bawah, yaitu jalur hati (rasa), juga berkembang. Inilah jalur mistisisme atau tashawwuf dalam Islam. Tokoh-tokohnya yang besar antara lain adalah Rabi’ah al-‘Adawiyyah (713-801), Zunnun al-Mishr (wafat tahun 860), Abu Yazid al-Bisthami (wafat tahun 874), Husain ibn Manshur al-Hallaj (858-922), dan Muhyiddin ibn ‘Arabi (1165-1240). Jadi, perkembangan filsafat rasional (akal) dan tashawwuf rasa (dzauq) terjadi bersama-sama dalam islam. Bersama-sama bukan berarti selalu sependapat.
Banyak perbedaan antara pemikiran rasional (filsafat) dan rasa (tashawwuf), diantaranya ada yang bersifat. Akan tetapi, perbedaan itu tidak menyebabkan ada orang islam yang didominasi oleh akal secara total sebagaimana halnya tidak ada juga orang islam yang didominasi oleh hati (rasa) seratus persen. Buktinya ialah tidak ada filosof maupun sufi islam yang meninggalkan iman, apalagi sampai mengambil paham materialisme dan atau ateisme. Penghargaan Al-Qur’an pada akal dan hati tidak menimbulkan akibat seperti di barat. Jadi, penghargaan pada akal di barat (kristen) dan di Timur (Islam) sama-sama membawa akibat berkembangnya filsafat rasional, tetapi tidak sama kekuatan dominasinya terhadap jalan hidup manusia. Mengapa demikian ? penghargaan terhadap hati di barat dan timur sama-sama mengembangkan mistisisme, tetapi di barat sampai menjauhi filsafat, sedangkan di Timur tidak berakibat menjauhi akal. Mengapa demikian ? Karena Kitab Suci Islam (Al-Qur’an) menghargai akal dan hati, sedangkan kitab suci kristen memang tidak memberi tempat bagi pengguanaan akal. Pertengahan anatara akal dan hati (iman) memang terjadi juga di dalam islam, tetapi tidak sehebat di Barat. Di Timur filosof ada yang benar-benar mengambil paham materialisme dan atau ateisme. Di dalam islam perbedaan antara filosof dan sufi hanyalah perbedaan visi dalam menafsirkan Kitab Suci; orang-orang filsafat umumnya menggunakan takwil kearah rasio sementara orang-orang tashawwuf juga menggunakan takwil, tetapi ke arah rasa. Perkembangan itu tidak meyebabkan gejolak yang berarti didalam islam. Gejolak ada juga sedikit seperti terlihat pada buku Al-Ghazali. Jadi, perbedaan dominasi itu, sekalipun tidak total, tetap ada merugikan Islam dan umat Islam.
Filosof menafsirkan kitab suci terlalu didominasi oleh akal rasional; metode dan ukurannya ialah logika. Dari cara ini muncul pendapat mereka yang sepintas seperti berlawanan dengan teks Kitab Suci. Nasution (1989:44-45) mengutip Al-Ghazali, menerangkan bahwa ada sepuluh pendapat filosof yang dianggap menyimpang dari Islam, menurut Al-Ghazali, yaitu : (1) Tuhan tidak mempunyai sifat, (2) Tuhan mempunyai substansi sederhana dan tidak mempunyai hakikat (mahiyah), (3) Tuhan tidak mengetahui partikular (Juz’iyyat), (4) Tuhan tidak dapat diberi sifat genus dan diferentia, (5) planet adalah bintang yang bergerak dengan kemauan, (6) jiwa planet mengetahui Juz’iyyat, (7) Hukum alam tidak dapat berubah, (8) pembangkitan jasmani tidak ada, (9) alam ini qadim, dan (10) alam ini kekal. Tiga diantara kesepuluh pendapat itu, menurut Al-Ghazali, membawa kepada kekufuran, yaitu (1) alam qadim (tidak mempunyai permulaan), (2) Tuhan tidak mengetahui partikular, dan (3) pembangkitan jasmani tidak ada.
Pemikiran rasional itu mungkin saja dapat menimbulkan akibat negatif bagi Islam dan umat Islam, tetapi mungkin juga Al-Ghazali yang benar bahwa pendapat itu dapat membawa kepada kekufuran. Akan tetapi, pemikiran rasioanal itu ternyata telah menunjang perkembangan budaya dalam Islam. Perkembangan itu terutama terjadi setelah abad ke-8 sampai dengan abad ke-13. Pada masa-masa ini berkembanglah penerjemahan karya yunani ke dalam bahasa Arab atas dorongan khalifah Al-Manshur dan Harun al-Rasyid, kemudian al-Ma’mun. berdirilah perguruan Bait al-Hikmah yang selain sebagai pusat penerjemahan, juga menjadi pusat pengembangan filsafat dan sains.
Kepala penerjemah di Bait al-Hikmah ialah Hunain Ibn Ishaq al-‘Ibadi (809-877), orang nasrani. Mereka menerjemahkan buku-buku yunani seperti karya Galen, Hipokrates, Ptolemeus, Euklid, dan Aristoteles. Yang mencakup pengetahuan filsafat, kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botani, optika, astronomi, dan lain-lain. Gerakan penerjemahan ini berlangung selama tahun 750-900. Hasilnya ialah berkembangnya ilmu hitung, ilmu ukur, al-jabar, ilmu falak, kedokteran, kimia, ilmu alam, geografi, sejarah, dan bahasa serta sastra Arab di samping filsafat itu sendiri, terkenallah nama-nama besar seperti Al-Biruni (973-1048), Umar al-Khayyam (1048-1123), Ibn Musa al-Khawarizmi(780-850), Zakaria Ar-Razi (865-925), dan Ibn Sina (filosof dan dokter) (980-1037). Buku-buku ini kelak yang mempengaruhi Barat menuju modernisasinya.
Uraian selintas itu memperlihatkan bahwa penghargaan Al-Qur’an kepada akal telah menimbulkan kemajuan yang amat penting, itu adalah akibat yang positif. Akibat negatif juga ada, antara lain, Al-Qur’an cenderung dirasionalkan. Akibat yang lain adalah rasa beragama yang dangkal, beragama terasa kering, maka kesungguhan beragama akan kurang, dengan kata lain, agamanya kurang kuat.
Berkembangnya pemikiran rasional (filsafat) dalam islam memperoleh dorongan dari dua sumber : dari Al-Qur’an dan dari luar Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab suci yang diterima kebenarannya sehingga ia amat berwibawa. Berbeda dari kitab suci kristen, kitab suci yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw, amat menghargai akal. Kata arab yang dapat berarti “kegiatan pikir” cukup banyak terdapat di dalam Al-Qur’an.
Dalil-dalil naqli itu mempunyai kekuatan yang amat dahsyat mendorong orang islam untuk menggunakan dan mengembangkan akalnya. Hasilnya, seperti dapat dilihat dalam sejarah, ialah berkembangnya pengetahuan rasional (filsafat) dan sains dalam islam. Filsafat yunani (dan sains yunani) banyak mempengaruhi perkembangan filsafat dan sains salam islam. Filsafat dan sains yunani mulai bekembang sejak kurang-lebih tahun 600 SM. Pada masa aristoteles (384-322 SM), jadi hanya kira-kira 300 tahun sejak thales, filsafat dan sains yunani sudah berkembang pesat, baik obyek bahasan maupun kedalamannya. Islam lahir pada tahun  600-an. Filsafat dalam islam berkembang secara intensif sejak tahun 800-an.
Masuknya filsafat dan sains yunani ke dalam islam lebih banyak terjadi melalui irak dibandingkan dengan melalui daerah-daerah lain. Disanalah timbulnya gerakan penerjemahan karya-karya yunani ke dalam bahasa arab, atas dorongan khalifah Al-Manshur, kemudian khalifah Harun Ar-Rasyid, dilanjutkan oleh puteranya, khalifah Al-Ma’mun. Ba’it al-Hikmah didirikannya. Selain sebagi pusat penerjemah, masjid juga sebagai pusat pengembangan filsafat dan sains yang ditinggalkan oleh yunani tadi. Selain buku-buku yunani, buku persia dan India juga diterjemahkan kedalam bahasa arab.
Dari India terutama diambil astronomi dan matematika, dari persia diambil sastra dan seni. Gerakan penerjemahan ini terjadi dari tahun 750 samapi tahun 900 M. Inilah riwayat singkat masuknya filsafat dan sains yunani (dan india serta parsi sedikit) ke dalam islam. Oleh karena itu, dapatlah dipahami mengapa filsafat dengan beberapa cabangnya, dengan cepat berkembang di dalam masyarakat Islam. Dalam pengembangan sains dan filsafat itu, jasa orang islam sekurang-kurangnya ada tiga : (1) menerjemahkan, (2) Membuat komentar sehingga karya yunani itu lebih mudah dipahami, dan (3) menambahkan beberapa hal baru, termasuk koreksi-koreksi.
Karya-karya itu tersebar ke Barat melalui berbagai jalur. Jalur yang paling utama ialah Cordova. Selain itu, melalui Sisilia pengetahuan itu meyeberang juga ke Barat. Jika orang mengatakan orang barat dapat maju karena berhutang pada Islam, pernyataan itu tidaklah semuanya benar. Yang benar ialah orang barat berhutang pada orang yunani dan juga kepada orang Islam, sebenarnya juga pada orang india dan parsi.
Al-Qur’an menghargai akal. Dari dorongan ini berkembanglah filsafat dan sains Islami yang kelak diteruskan ke Barat. Selain itu Al-Qur’an juga menghargai rasa atau hati. Ayat-ayat Al-Qur’an banyak juga yang tidak dapat dipahami dengan akal; yang hanya mungkin dipahami dengan rasa. Oleh karena itu, pengetahuan yang berbasis rasa cukup berkembang  masyarakat Islam yang ini disebut jalur rasa, jalur tashawwuf.





B.       Munculnya Tasawwuf dalam Islam
Tashawwuf dalam Islam muncul karena banyak sebab, antara lain pengaruh kristen, pengaruh filsafat yunani, juga pengaruh filsafat abad pertengahan. Agama kristen yang mengajarkan zuhud atau “membenci dunia” amat mungkin berpengaruh pada kemunculan sufi dalam Islam. Filsafat yunani, seperti teori zuhudnya Phytagoras, juga sangat mungkin berpengaruh pada orang Islam karena orang Islam telah mengetahui ajaran itu. Filsafat abad pertengahan terutama yang tergambar dalam ajaran Plotinus, Augustinus dan Anselmus yang amat mengutamakan kehidupan ascetic dan kecintaan kepada Tuhan, bahkan kebersatuan dengan Tuhan, sangat mungkin telah mempengaruhi para sufi Islam. Akan tetapi, yang lebih penting dari pengaruh itu ialah pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an mengandung berbagai ayat yang memberikan motivasi untuk tashawwuf , seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16, dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang tidak dapat dipahami dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam.
Faktor sejarah juga telah mendorong munculnya tashawwuf  dalam Islam. Nasution (1989:64-65) menjelaskan bahwa banyaknya penyelewengan yang dilakukan oleh khalifah dan para pembesar kerajaan Islam dalam sejarah, yang menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits Rasul saw, juga telah mendorong munculnya kehidupan sufi dalam Islam.
Orang melihat perbedaan yang snagat besar antara hidup sederhana yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw, serta para sahabat dan khalifah yang empat, tertutama Abu Bakar, Umar, dan Ali, dari kemewahan hidup para khalifah Muawiyah yang tidak menyamai kemewahan raja-raja romawi dan parsi. Diantara khalifah-khalifah muawiyah hanya khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720) yang dikenal sebagai khalifah yang mempunyai sifat takwa dan patuh pada ajaran Islam.
Melihat hal-hal ini, orang-orang yang tidak mau turut dalam hidup kemewahan dan ingin mempertahankan hidup sederhana, seperti yang dipraktekkan Rasulullah dan Sahabatnya, menjauhkan diri dari dunia kemewahan itu. Sebelum timbul hidup mewah itu, pada zaman perlombaan dan persaingan merebut kekuasaan dalam khilafah, terutama pada masa Usman dan Ali, ada ashabat yang telah mengasingkan diri, bersikap I’tizal (mengasingkan diri). Orang-orang yang mengasingkan diri dan hidup sederhana inilah yang disubut Zuhud  
Aliran hidup Zuhud mulai nyata kelihatan di Kuffah dan Bashrah di Irak. Para zahid (orang yang zuhud) kufahlah yang mula-mula sekali memakai wol kasar sebagai sebagai reaksi terhadap pakaian sutera yang dipakai oleh golongan bani Umayah. Orang-orang sederhana ini diantaranya Sufyan a-Tsauri (wafat tahun 135), Abu Hasyim (wafat tahun 150), dan Jabir ibn Hasyim (wafat tahun 190 H).
Para zahid yang terkenal di Bashrah adalah Hasan al-Bashri wafat tahun 110 H) dan Rabi’ah al-’Adawiyah (wafat tahun 185) dari kedua kota ini alairan zuhud berkembang ke daerah-daerah lain.
Al-Ghazali agaknya adalah tokoh pertama yang secara nyata mencoba menggabungkan kedua-duanya dengan cara mengharmoniskan dominasinya dalam hidup manusia Muslim. Ia berusaha menyeimbangkan kedua-duanya. Ia ingin akal dan hati, filsafat dan iman, bekerja sama secara harmonis, difungsikan secara sama besar, digunakan secara simultan. Usaha sintesis oleh al-Ghazali ini memang belum selesai. Ada tokoh lain yang melanjutkan usaha itu, yang belum diuraikan dalam tulisan pengantar ini.
            Usaha al-Ghazali itu membuktikan bahwa dominasi akal yang tidak seimbang dengan dominasi hati akan merugikan Islam dan umat Islam, demikian juga dominasi hati yang tidak seimbang dengan dominasi akal. Keseimbangan pikir dan dzikir, dapat dilakukan dalam Islam. Penyeimbangan seperti itu tampaknya tidak dapat dilaukan di dunia Barat kristen. Bukti yang jelas ialah perlunya sekuralisme di Barat. Ini membuktikan tak mungkinnya keseimbangan dominasi itu dilakukan.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Tashawwuf dalam Islam muncul karena banyak sebab, antara lain pengaruh kristen, pengaruh filsafat yunani, juga pengaruh filsafat abad pertengahan. Akan tetapi, yang lebih penting dari pengaruh itu ialah pengaruh Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an mengandung berbagai ayat yang memberikan motivasi untuk tashawwuf , seperti Al-Baqarah ayat 186, Al-Baqarah ayat 115, 16, dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain yang menyuruh membersihkan batin, ayat yang tidak dapat dipahami dengan akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam.
Al-Ghazali itu membuktikan bahwa dominasi akal yang tidak seimbang dengan dominasi hati akan merugikan Islam dan umat Islam, demikian juga dominasi hati yang tidak seimbang dengan dominasi akal. Keseimbangan pikir dan dzikir, dapat dilakukan dalam Islam. Penyeimbangan seperti itu tampaknya tidak dapat dilaukan di dunia Barat kristen. Bukti yang jelas ialah perlunya sekuralisme di Barat. Ini membuktikan tak mungkinnya keseimbangan dominasi itu dilakukan.

B.       Saran
Setelah mengetahui penjelasan diatas sebaiknya kita tidak terpengaruh oleh kesenangan dunia seperti yang di contohkan Rasulullah dan para sahabatnya, dan juga kita sebagai orang Muslim harus belajar dan mengamalkan ilmu-ilmu yang dulu oleh para sufi dikaji dan diterjemahkan agar Orang muslim mudah mempelajarinya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum akal dan hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tafsir, Ahmad. 1997. Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.



ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق